"Hidup untuk bekerja. Kalau kau pemalas, duduklah di depan gerbang kampung menjadi peminta-minta."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.20)
"Sepanjang kau mau bekerja, kau tidak bisa disebut pengangguran. Ada banyak anak muda berpendidikan di negeri ini yang lebih senang menganggur dibandingkan bekerja seadanya. Gengsi, dipikirnya tidak pantas dengan ijazah yang dia punya. Itulah kenapa angka pengangguran kita tinggi sekali, padahal tanah dan air terbentang luas."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.49)
"Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. Seketika, wajah kau tak kusut lagi."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.59)
"Karena aku tidak berani secara langsung menatapnya, aku ingin berlama-lama mencuri pandang. Karena aku tidak berani menegur, apalagi mengajak berkenalan, aku ingin sekadar berada dekat-dekat dengannya."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.97)
"Curi-curi pandang, melirik raut wajahnya, melihat tawa renyahnya, itu sungguh lebih dari cukup."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.109)
"Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali benda bernama perasaan itu. Dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejab padahal dunia sedang mendung, dan di kejab berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang-benderang."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.132)
"Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.167)
"Cinta sejati tidak pernah memiliki ujung, tujuan, apalagi hanya sekadar muara."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.168)
"Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.168)
"Kata lain dari pernikahan adalah komitmen."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.170)
"Tidak ada yang paling menakjubkan ketika dua orang berani mengikrarkan komitmen di atas lisan, tulisan, dan perbuatan."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.170)
"Apalah arti kata cinta sejati? Perasaan? Setia sampai mati? Separuh jiwa? Jangan tanyakan hal itu pada pasangan ini. Mereka tidak pandai bercakap, tidak berpendidikan, dan tidak bisa menulis. Mereka punya banyak keterbatasan. Namun, mereka bisa menjawabnya dengan perbuatan, saling mendukung, saling mendampingi, apa pun yang terjadi."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.172)
"Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.173)
"Saran yang baik mahal harganya."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.181)
"Terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus bersabar menunggu rencana terbaik datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.210)
"Begitulah hidup, kadang di atas, kadang di bawah. Kadang berjaya, kadang terhina."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.214)
"Cinta bukan kalimat gombal, cinta adalah komitmen tidak terbatas, untuk saling mendukung, untuk selalu ada, baik senang maupun duka."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.221)
"Sakit perasaan memang kadang bisa membuat badan ikut sakit."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.249)
"Habiskan masa-masa sulit kau dengan teman terbaik, maka semua akan lebih ringan."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.258)
"Ah, cinta selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.288)
Ternyata "kalimat maaf", "kalimat penjelasan" bisa digantikan oleh kebersamaan setengah jam tanpa sama sekali perlu berkalimat-kalimat bicara.
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.359)
"Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.429)
"Ketika menjauh secara perasaan tidak cukup, maka menjauh secara fisik adalah pilihan berikutnya."
--- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (hal.460)
Baca juga:
Comments
Post a Comment